KOTA TANGERANG - Puluhan wartawan yang tergabung dalam berbagai organisasi di Tangerang Raya menggeruduk Kantor DPRD Kota Tangerang untuk menyampaikan aspirasinya tentang revisi Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran yang menjadi polemik.
Adapun aliansi jurnalis yang tergabung dalam aksi unjuk rasa yakni Balai Media Center (BMC) Tangerang Raya, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Tangerang Raya Raya, Aliansi Jumalis Independen (Aji) Banten, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (UTI) Kota Tangerang, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Tangerang, Pokja Wartawan Harian Tangerang Raya (WHTR), Forum Wartawan Tangerang (Forwat), Lembaga Pers Mahasiswa Stisnu, Yatsi Madani, Jurnal UMT
Sebelumnya, puluhan jurnalis dari berbagai media massa seperti media televisi, media cetak, radion, dan online ini menyampaikan, aspirasinya didepan gedung DPRD Kota Tangerang dengan semangat menggebu-gebu.
Akhirnya, para puluhan wartawan yang juga diramaikan dengan kehadiran para mahasiswa ini pun berhasil menembus pagar besi yang dijaga personel Satpol PP Kota Tangerang. Kehadiran para juru tulis ini pun meminta kehadiran Ketua DPRD Kota Tangerang, Gatot Wibowo, Senin (27/05/2024).
Salah satu pewarta senior, Ikbal menyampaikan, dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, pers telah dijamin kemerdekaannya dan telah diakui keberadaannya sebagi Pilar ke-4 demokrasi. Pers dianggap amat erat dengan roh demokrasi yakni kebebasan berekspresi. Bahkan secara konseptual, kebebasan pers dapat membuahkan
pemerintahan yang cerdas, bijaksana, dan bersih.
“Melalui pers, masyarakat dapat mengetahui berbagai peristiwa, termasuk kinerja pemerintah, sehingga tercipta mekanisme check and balance, kontrol terhadap kekuasaan. Sayangnya, nilai - nilai di atas dapat memumadar, bahkan lenyap ditelan kekuasaan, ” tegas Ikbal.
Sebab saat ini, kata Ikbal, Anggota DPR RI tengah merancang Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran, yang mana di dalamnya berisi pasal-pasal yang dapat mengontrol dan menghambat kerja jurnalistik, bahkan pembungkaman terhadap pers.
Berikut Pasal-Pasal Kontroversi RUU Penyiaran:
Pasal 508 ayat 2 huruf C;
Standar Isi Siaran (SIS) melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.
Pasal 50B ayat 2 huruf K;
Melarang isi siaran dan konten yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, pencemaran nama baik, penodaan agama, kekerasan, dan radikalisme-terorisme.
Pasal 8A ayat 1 huruf q;
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam menjalankan tugas wewenang menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran.
4. Pasal 51 huruf E;
Baca juga:
Birokrasi di Era 4.0 Tantang ASN Berkualitas
|
Sengketa yang timbul akibat dikeluarkannya keputusan KPI dapat diselesaikan melalui pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kami menganggap pasal-pasal RUU Penyiaran di atas kontroversi karena bertentangan atau terjadi tumpang tindih hukum, kami menilai:
Pasal 50B ayat 2 huruf C bertentangan dengan UU Pers pasal 4 ayat 2, bahwa: Pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pemberedelan, atau pelarangan penyiaran.
Terkait sengketa pers pada Pasal 8A ayat 1 huruf q dan Pasal 51E bertentangan dengan UU Pers pasal 15 ayat 2 huruf D: Salah satu fungsi dewan pers ialah memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers. Artinya, sengketa pers haruslah diselesaikan dengan Dewan Pers.
Selai itu, pada Pasal 50B ayat 2 huruf K; dapat mengakibatkan hilangnya lapangan kerja para pekerja kreatif seperti konten kreator atau pegiat media sosial.
Sementara itu, salah satu pejabat DPRD Kota Tangerang, Gunawan menyampaikan, jika Ketua DPRD Kota Tangerang sedang melakukan kunjungan kerja. “Tidak ada di tempat, kemungkinan baru besok ada, ” papar Gunawan yang didampingi personel Satpol PP dan Polri. (Hendi)